Jumat, 02 Maret 2012

PETUNJUK PRAKTIKUM EKOLOGI HEWAN

PETUNJJUK PRAKTIKUM EKOLOGI HEWAN

Keanekaragaman Fauna  Tanah Dengan

Metode Pitfall Trap



A.    Dasar Teori
 Hutan sebagai ekosistem merupakan habitat bagi flora dan fauna. Komponen-komponen dalam ekosistem, dalam beinteraksi memiliki peranan tersendiri. Salah satu contoh interaksi tersebut dalam bentuk rantai makanan. Dengan adanya rantai makanan maka masing-masing komponen mempunyai struktur komunitas yang berbeda-beda mulai dari produsen, komsumen sampai pengurai (Odum, 1992).
Salah satu organisme penghuni tanah yang berperan sangat besar dalam perbaikan kesuburan tanah adalah fauna tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan dengan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah. Makrofauna tanah mempunyai peranan penting dalam dekomposisi bahan organik tanah dalam penyediaan unsur hara. Makrofauna akan meremah-remah substansi nabati yang mati, kemudian bahan tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk kotoran. Secara umum, keberadaan aneka macam fauna tanah pada tanah yang tidak terganggu seperti padang rumput, karena siklus hara berlangsung secara kontinyu. Arief (2001), menyebutkan, terdapat suatu peningkatan nyata pada siklus hara, terutama nitrogen pada lahan-lahan yang ditambahkan mesofauna tanah sebesar 20%-50%.
Fauna tanah adalah fauna yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan tanah maupun yang terdapat di dalam tanah (Suin,1997). Beberapa fauna tanah, seperti herbivora, sebenarnya memakan tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas akarnya, tetapi juga hidup dari tumbuh-tumbuhan yang sudah mati. Jika telah mengalami kematian, fauna-fauna tersebut memberikan masukan bagi tumbuhan yang masih hidup, meskipun adapula sebagai kehidupan fauna yang lain. Fauna tanah merupakan salah satu kelompok heterotrof (makhluk hidup di luar tumbuh-tumbuhan dan bakteria yang hidupnya tergantung dari tersedianya makhluk hidup produsen) utama di dalam tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah.
Keberadaan mesofauna tanah dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam tanah. Dengan ketersediaan energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas mesofauna tanah akan berlangsung baik dan timbal baliknya akan memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah. Dalam sistem tanah, interaksi biota tanah tampaknya sulit dihindarkan karena biota tanah banyak terlibat dalam suatu jaring-jaring makanan dalam tanah (Arief, 2001).
Meskipun fauna tanah khususnya mesofauna tanah sebagai penghasil senyawa-senyawa organik tanah dalam ekosistem tanah, namun bukan berarti berfungsi sebagai subsistem produsen. Tetapi, peranan ini merupakan nilai tambah dari mesofauna sebagai subsistem konsumen dan subsistem dekomposisi. Sebagai subsistem dekomposisi, mesofauna sebagai organisme perombak awal bahan makanan, serasah, dan bahan organik lainnya (seperti kayu dan akar) mengkonsumsi bahan-bahan tersebut dengan cara melumatkan dan mengunyah bahan-bahan tersebut. Mesofauna tanah akan melumat bahan dan mencampurkan dengan sisa-sisa bahan organik lainnya, sehingga menjadi fragmen berukuran kecil yang siap untuk didekomposisi oleh mikrobio tanah (Arief, 2001). Tarumingkeng (2000), menyebutkan bahwa dalam suatu habitat hutan hujan tropika diperkirakan, dengan hanya memperhitungkan serangga sosial (jenis-jenis semut, lebah dan rayap), peranannya dalam siklus energi adalah 4 kali peranan jenis-jenis vertebrata.
Pada ekosistem daratan organisme tanah merupakan pengurai yang berfungsi untuk mengubah bahan organik menjadi bentuk senyawa yang lain yang bermanfaat bagi kesuburan tanah. Fauna tanah seperti serangga nematoda keoang, rayap, dan sarangga sangat penting peranannya dalam proses dekomposisi, sebelum proses dekomposisi lebih lanjut oleh mikrooganisme tanah (Hakim dkk 1986).
Fauna tanah merupakan salah satu komponen tanah. Kehidupan fauna tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat ditentukan oleh keadaan daerah tersebut. Dengan perkataan lain keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Fauna tanah merupakan bagian dari ekosistem tanah, oleh karena itu dalam mempelajari ekologi fauna tanah faktor fisika-kimia tanah selalu diukur (Suin, 1997).  
Lingkungan tanah merupakan lingkungan yang terdiri dari gabungan antara lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Gabungan dari kedua lingkungan ini menghasilkan suatu wilayah yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal bagi beberapa jenis makhluk hidup, salah satunya adalah mesofauna tanah. Tanah dapat didefinisikan sebagai medium alami untuk pertumbuhan tanaman yang tersusun atas mineral, bahan organik, dan organisme hidup. Kegiatan biologis seperti pertumbuhan akar dan metabolisme mikroba dalam tanah berperan dalam membentuk tekstur dan kesuburannya (Rao, 1994 dalam Rahmawaty, 2004).
Menurut Setiadi (1989), peranan terpenting dari organisme tanah di dalam ekosistemnya adalah sebagai perombak  bahan anorganik yang tersedia bagi tumbuhan hijau. Nutrisi tanaman yang berasal dari berbagai residu tanaman akan mengalami proses dekomposisi sehingga terbentuk humus  sebagai sumber nutrisi bagi tanah. Dapat dikatakan bahwa peranan ini sangat penting  dalam mempertahankan dinamika ekosistem alam. Selain itu Suharjono (1997), menyebutkan beberapa jenis fauna permukaan tanah dapat digunakan sebagai petunjuk (indikator) terhadap kesuburan tanah atau keadaan tanah. Keberadaan mesofauna tanah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti suhu udara, suhu tanah dan pH tanah, sehingga perlu diketahui seberapa besar faktor lingkungan mempengaruhi keberadaan  mesofauna tanah.
Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah., dengan demikian suhu tanah akan menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah. Fluktuasi suhu tanah lebih rendah dari suhu udara, dan suhu tanah sangat tergantung dari suhu udara. Suhu tanah lapisan atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam dan tergantung musim. Fluktuasi itu juga tergantung pada keadaan cuaca, topografi daerah dan keadaan tanah (Suin, 1997). Menurut Wallwork (1970), besarnya perubahan gelombang suhu di lapisan yang jauh dari tanah berhubungan dengan jumlah radiasi sinar matahari yang jatuh pada permukaan tanah. Besarnya radiasi yang terintersepsi sebelum sampai pada permukaan tanah, tergantung pada vegetasi yang ada di atas permukaannya.
Pengukuran pH tanah juga sangat diperlukan dalam melakukan penelitian mengenai fauna tanah. Suin (1997), menyebutkan bahwa ada fauna tanah yang hidup pada tanah yang pH-nya asam dan ada pula yang senang hidup pada tanah yang memiliki pH basa. Untuk jenis Collembola yang memilih hidup pada tanah yang asam disebut dengan Collembola golongan asidofil, yang memilih hidup pada tanah yang basa disebut dengan Collembola golongan kalsinofil, sedangkan yang dapat hidup pada tanah asam dan basa disebut Collembola golongan indifferen. Metode yang digunakan pada pengukuran pH tanah ada dua macam, yaitu secara kalorimeter dan pH meter.
B.     Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui jenis-jenis serangga tanah yang ada di perkebunan kubis Taman Wisata Cangar.
2.      Untuk mengetahui keanekaragaman serangga tanah berdasarkan karakteristik perkebunan kubis di Taman Wisata Cangar.
3.      Untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor abiotik terhadap keanekaragaman serangga tanah di perkebunan kubis di Taman Wisata Cangar.

 
C.    Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang dibutuhkan dalam melakukan praktikum ini adalah  sebagai berikut:

No
Nama Alat
Jumlah
Nama Bahan
Jumlah
1
Botl aquades
20 buah
Alkohol 70%
1.5 liter
2
Thermometer tanah,
3 buah
Gliserin
1.5 liter
3
Pengukur pH (pH tanah)
3 buah


4
SCT, rool meter,
1 buah


5
Cetok
3 buah


6
Mikroskop Lapangan
3 buah


7
Jarum Pentul
1 kotak


8
Gelas ukur
3 buah


9
Cawan Petridis
3 buah


10
Lup/kaca pembesar
3 buah


11
Kuas cat cair
3 buah


12
Pinset
3 buah


13
Saringan bertingkat besar kecil
1 set


14
Botol semprot
3 buah


15
Nampan Plastik
3 buah




D.    Langkah Kerja

1.      Tinjau lokasi praktikum (kebun kubis) kemudian buat alur pengamatan yang akan digunakan dalam pengamatan

2.      Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.

3.      Ukur jarak perangkap pertama dengan perangkap kedua, perangkap kedua dengan perangkap ke 3 sampai perangkap ke 10, usahakan jarak antara satu perangkap dengan perangkap lainnya adalah sama.

4.      Gali tanah sedalam botol aquades dengan menggunakan cetok, lalu tanam botol botol aquades tersebut kedalam tanah.

5.      Masukan alkhol yang telah dicampurkan dengan gliserin kedalam botol aquades yang telah di tanam ke dalam tanah.

6.      Tutup botol tersebut dengan menggunakan daun, kemudian biarkan selama 12 jam (satu malam).

7.      Pemasangan pitfall trap tergantung pada tujuan praktikum, jika ingin mengamati keanekaragaman dan distribusi faunah tanah yang aktif pada malam hari maka pemasangan dilakukan pada sore hari menjelang matahari terbenam, diambil pada besok hari

8.      Ambil serangga setelah mencapai jangka waktu yang telah ditentukan sebelumnya.

9.      Masukan serangga yang diambil pada tahapan pengambilan pertama dari 3 perangkap serangga yang telah dipasang pada 3 cawan petridis yang berbeda dan sebelumnya oleskan atau teteskan alcohol 70%

10.  Letakan serangga pada kertas katon dan lekatkan dengan menggunakan jarum pentul.

11.  Dengan menggunakan pinset dan lup lakukan pengamatan pada jenis serangga dan bandingkan dengan kunci determinasi untuk melakukan pengelompokan jenis serangga pada tingkatan takson tertentu.

12.  Ulangi kegiatan 7, 8, 9, 10 untuk tahapan pengambilan berikutnya.

13.  Catat hasil pengamatan yang saudara/I lakukan dalam table berikut ini



Tabel Hasil pengamatan

No
Jenis hewan
Jumlah Hewan yang Ditemukan pada Jebakan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1











2











3











dst













E.     Identifikasi Spesimen

Memisahkan spesiman yang berbeda, kemudian mendeskripsikan ciri-ciri marfologinya, mencocokkan dengan literature yang sesuai, memberi nama yang sesuai dan menentukan klasifikasinya.

F.     Analisis Data

Data hasil pengamatan dianalisis, keanekaragaman pada masing-masing plot dihitung dengan menggunakan indeks keanekaragaman, Shamon Wiener yaitu:

H = -

Keterangan

Pi = ni / N

Hi = indeks keanekaragaman shanon

n = judul spesies

N = total individu pada lokasi pengambilan sampel

Setelah memperoleh nilai indeks keanekaragaman Shanon dilanjutkan menghitung indeks kemerataan dengan rumus

c = Hi / ins

Ket :    e = Evemes

s = Jumlah spesies (n1 n2 n3) (Ludwing, 1988)

Indeks kekayaan (Richness indeks), dihitung dengan menggunakan rumus :

R= s-1/in

Ket:     s = Jumlah spesies (n1 n2 n3)

N= jumlah individu setiap jenis (hediyg, 1990).

Untuk melihat pengaruh faktor abiotik terhadap keanekaragaman jenis fauna (serangga), dilakukakn uji regresi berganda dengan taraf signifikasi 10 %.



G.    Diskusi

1.      Jenis serangga apa saja yang terdapat pada masing-masing sampel

2.      Pada pengamatan tempat mana yang memiliki keanekaragaman serangga tanah yang tertinggi dan terendah.

3.      Jelaskan apa saja yang mempengaruhi perbedaan keanekaragaman pada setiap  pengamatan.

4.      Tempat praktikum (sampel) mana yang memiliki kesamaan komunitas dan apa perbedaannya.

5.       Jelaskan fungsi serangga tanah pada kehidupan manusia

6.      Jenis serangga apa/famili apa yang dominan pada tempat pengamatan



H.    Tugas

Buatlah laporan sesuai dengan kemampuan saudara, tanpa mengabaikan cara dan prosedur kerja pada praktikum

  
DAFTAR RUJUKAN

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Jakarta.

Odum.P.E.1996. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Masa University Press.

Rahmawaty.2005. Studi Keanekaragaman Mesofauna Tanah Di Kawasan Hutan Wisata Alam Sibolangit (Desa Sibolangit, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Daerah Tingkat II Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara)

Suhardjono. 2000. Hewan Permukaan Tanah. (Onlne), (http://www.hewan_permkn.tanah.htm, diakses pada tanggal 22 Mei 2009)

Suin, N. M. 1997. Ekologi Fauna Tanah. Jakarta: Bumi Aksara.

Sutedjo, M. M. 1996. Mikrobiologi Tanah. Jakarta: Rineka Cipta.

Tarumingkeng, R. C. 2007. Serangga dan Lingkungan. (Online), (http://pertanian.blogsome.come, diakses 24 Mei 2009).

Wallwork, J. A. 1970. Ecology of Soil Animals. London: Mc Graw Hill.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar