PETUNJJUK PRAKTIKUM EKOLOGI HEWAN
Keanekaragaman Fauna Tanah Dengan
Metode Pitfall Trap
A.
Dasar
Teori
Hutan sebagai ekosistem merupakan habitat bagi
flora dan fauna. Komponen-komponen dalam ekosistem, dalam beinteraksi memiliki
peranan tersendiri. Salah satu contoh interaksi tersebut dalam bentuk rantai
makanan. Dengan adanya rantai makanan maka masing-masing komponen mempunyai
struktur komunitas yang berbeda-beda mulai dari produsen, komsumen sampai
pengurai (Odum, 1992).
Salah
satu organisme penghuni tanah yang berperan sangat besar dalam perbaikan
kesuburan tanah adalah fauna tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan dengan cepat bila
tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah. Makrofauna tanah mempunyai
peranan penting dalam dekomposisi bahan organik tanah dalam penyediaan unsur
hara. Makrofauna akan meremah-remah substansi nabati yang mati, kemudian bahan
tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk kotoran. Secara umum, keberadaan aneka
macam fauna tanah pada tanah yang tidak terganggu seperti padang rumput, karena
siklus hara berlangsung secara kontinyu. Arief (2001), menyebutkan, terdapat
suatu peningkatan nyata pada siklus hara, terutama nitrogen pada lahan-lahan
yang ditambahkan mesofauna tanah sebesar 20%-50%.
Fauna tanah adalah fauna yang hidup di tanah, baik yang
hidup di permukaan tanah maupun yang terdapat di dalam tanah (Suin,1997).
Beberapa fauna tanah, seperti herbivora, sebenarnya memakan tumbuh-tumbuhan
yang hidup di atas akarnya, tetapi juga hidup dari tumbuh-tumbuhan yang sudah
mati. Jika telah mengalami kematian, fauna-fauna tersebut memberikan masukan
bagi tumbuhan yang masih hidup, meskipun adapula sebagai kehidupan fauna yang
lain. Fauna tanah merupakan salah satu kelompok heterotrof (makhluk hidup di
luar tumbuh-tumbuhan dan bakteria yang hidupnya tergantung dari tersedianya
makhluk hidup produsen) utama di dalam tanah. Proses dekomposisi dalam tanah
tidak akan mampu berjalan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna
tanah.
Keberadaan mesofauna tanah dalam tanah sangat tergantung
pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya,
seperti bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran
siklus karbon dalam tanah. Dengan ketersediaan energi dan hara bagi mesofauna
tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas mesofauna tanah akan
berlangsung baik dan timbal baliknya akan memberikan dampak positif bagi
kesuburan tanah. Dalam sistem tanah, interaksi biota tanah tampaknya sulit
dihindarkan karena biota tanah banyak terlibat dalam suatu jaring-jaring
makanan dalam tanah (Arief, 2001).
Meskipun fauna tanah khususnya mesofauna tanah sebagai
penghasil senyawa-senyawa organik tanah dalam ekosistem tanah, namun bukan
berarti berfungsi sebagai subsistem produsen. Tetapi, peranan ini merupakan
nilai tambah dari mesofauna sebagai subsistem konsumen dan subsistem
dekomposisi. Sebagai subsistem dekomposisi, mesofauna sebagai organisme
perombak awal bahan makanan, serasah, dan bahan organik lainnya (seperti kayu
dan akar) mengkonsumsi bahan-bahan tersebut dengan cara melumatkan dan
mengunyah bahan-bahan tersebut. Mesofauna tanah akan melumat bahan dan
mencampurkan dengan sisa-sisa bahan organik lainnya, sehingga menjadi fragmen
berukuran kecil yang siap untuk didekomposisi oleh mikrobio tanah (Arief,
2001). Tarumingkeng (2000), menyebutkan bahwa dalam suatu habitat hutan hujan
tropika diperkirakan, dengan hanya memperhitungkan serangga sosial (jenis-jenis
semut, lebah dan rayap), peranannya dalam siklus energi adalah 4 kali peranan
jenis-jenis vertebrata.
Pada ekosistem daratan organisme tanah merupakan pengurai yang berfungsi
untuk mengubah bahan organik menjadi bentuk senyawa yang lain yang bermanfaat
bagi kesuburan tanah. Fauna tanah seperti serangga nematoda keoang, rayap, dan
sarangga sangat penting peranannya dalam proses dekomposisi, sebelum proses
dekomposisi lebih lanjut oleh mikrooganisme tanah (Hakim dkk 1986).
Fauna tanah merupakan salah satu komponen tanah.
Kehidupan fauna tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan
kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat ditentukan
oleh keadaan daerah tersebut. Dengan perkataan lain keberadaan dan kepadatan
populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat tergantung dari faktor
lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Fauna tanah
merupakan bagian dari ekosistem tanah, oleh karena itu dalam mempelajari
ekologi fauna tanah faktor fisika-kimia tanah selalu diukur (Suin, 1997).
Lingkungan
tanah merupakan lingkungan yang terdiri dari gabungan antara lingkungan abiotik
dan lingkungan biotik. Gabungan
dari kedua lingkungan ini menghasilkan suatu wilayah yang dapat dijadikan
sebagai tempat tinggal bagi beberapa jenis makhluk hidup, salah satunya adalah
mesofauna tanah. Tanah dapat didefinisikan sebagai medium alami untuk
pertumbuhan tanaman yang tersusun atas mineral, bahan organik, dan organisme
hidup. Kegiatan biologis seperti pertumbuhan akar dan metabolisme mikroba dalam
tanah berperan dalam membentuk tekstur dan kesuburannya (Rao, 1994 dalam
Rahmawaty, 2004).
Menurut Setiadi (1989), peranan terpenting dari organisme tanah di dalam
ekosistemnya adalah sebagai perombak
bahan anorganik yang tersedia bagi tumbuhan hijau. Nutrisi tanaman yang
berasal dari berbagai residu tanaman akan mengalami proses dekomposisi sehingga
terbentuk humus sebagai sumber nutrisi
bagi tanah. Dapat dikatakan bahwa peranan ini sangat penting dalam mempertahankan dinamika ekosistem alam.
Selain itu Suharjono (1997), menyebutkan beberapa jenis fauna permukaan tanah
dapat digunakan sebagai petunjuk (indikator) terhadap kesuburan tanah atau
keadaan tanah. Keberadaan mesofauna tanah sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, seperti suhu udara, suhu tanah dan pH tanah, sehingga perlu
diketahui seberapa besar faktor lingkungan mempengaruhi keberadaan mesofauna tanah.
Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang
sangat menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah., dengan demikian
suhu tanah akan menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah. Fluktuasi suhu tanah lebih rendah dari suhu
udara, dan suhu tanah sangat tergantung dari suhu udara. Suhu tanah lapisan
atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam dan tergantung musim.
Fluktuasi itu juga tergantung pada keadaan cuaca, topografi daerah dan keadaan
tanah (Suin, 1997). Menurut Wallwork (1970), besarnya perubahan gelombang suhu
di lapisan yang jauh dari tanah berhubungan dengan jumlah radiasi sinar
matahari yang jatuh pada permukaan tanah. Besarnya radiasi yang terintersepsi
sebelum sampai pada permukaan tanah, tergantung pada vegetasi yang ada di atas
permukaannya.
Pengukuran pH tanah juga sangat diperlukan dalam
melakukan penelitian mengenai fauna tanah. Suin (1997), menyebutkan bahwa ada
fauna tanah yang hidup pada tanah yang pH-nya asam dan ada pula yang senang
hidup pada tanah yang memiliki pH basa. Untuk jenis Collembola yang memilih
hidup pada tanah yang asam disebut dengan Collembola golongan asidofil, yang
memilih hidup pada tanah yang basa disebut dengan Collembola golongan kalsinofil,
sedangkan yang dapat hidup pada tanah asam dan basa disebut Collembola golongan
indifferen. Metode yang digunakan pada pengukuran pH tanah ada dua macam, yaitu
secara kalorimeter dan pH meter.
B. Tujuan
Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui jenis-jenis serangga tanah yang ada di perkebunan kubis Taman Wisata
Cangar.
2.
Untuk
mengetahui keanekaragaman serangga tanah berdasarkan karakteristik perkebunan
kubis di Taman Wisata Cangar.
3.
Untuk
mengetahui pengaruh faktor-faktor abiotik terhadap keanekaragaman serangga
tanah di perkebunan kubis di Taman Wisata Cangar.
C.
Alat
dan Bahan
Adapun alat dan
bahan yang dibutuhkan dalam melakukan praktikum ini adalah sebagai berikut:
No
|
Nama
Alat
|
Jumlah
|
Nama
Bahan
|
Jumlah
|
1
|
Botl aquades
|
20
buah
|
Alkohol
70%
|
1.5
liter
|
2
|
Thermometer
tanah,
|
3
buah
|
Gliserin
|
1.5
liter
|
3
|
Pengukur
pH (pH tanah)
|
3
buah
|
|
|
4
|
SCT,
rool meter,
|
1
buah
|
|
|
5
|
Cetok
|
3
buah
|
|
|
6
|
Mikroskop
Lapangan
|
3
buah
|
|
|
7
|
Jarum Pentul
|
1
kotak
|
|
|
8
|
Gelas ukur
|
3
buah
|
|
|
9
|
Cawan Petridis
|
3
buah
|
|
|
10
|
Lup/kaca pembesar
|
3
buah
|
|
|
11
|
Kuas cat cair
|
3
buah
|
|
|
12
|
Pinset
|
3
buah
|
|
|
13
|
Saringan
bertingkat besar kecil
|
1
set
|
|
|
14
|
Botol
semprot
|
3
buah
|
|
|
15
|
Nampan
Plastik
|
3
buah
|
|
|
D.
Langkah
Kerja
1.
Tinjau
lokasi praktikum (kebun kubis) kemudian buat alur pengamatan yang akan
digunakan dalam pengamatan
2. Siapkan
alat dan bahan yang diperlukan.
3. Ukur
jarak perangkap pertama dengan perangkap kedua, perangkap kedua dengan perangkap
ke 3 sampai perangkap ke 10, usahakan jarak antara satu perangkap dengan
perangkap lainnya adalah sama.
4. Gali
tanah sedalam botol aquades dengan menggunakan cetok, lalu tanam botol botol
aquades tersebut kedalam tanah.
5. Masukan
alkhol yang telah dicampurkan dengan gliserin kedalam botol aquades yang telah
di tanam ke dalam tanah.
6. Tutup
botol tersebut dengan menggunakan daun, kemudian biarkan selama 12 jam (satu
malam).
7. Pemasangan
pitfall trap tergantung pada tujuan praktikum, jika ingin mengamati
keanekaragaman dan distribusi faunah tanah yang aktif pada malam hari maka
pemasangan dilakukan pada sore hari menjelang matahari terbenam, diambil pada
besok hari
8. Ambil
serangga setelah mencapai jangka waktu yang telah ditentukan sebelumnya.
9. Masukan
serangga yang diambil pada tahapan pengambilan pertama dari 3 perangkap
serangga yang telah dipasang pada 3 cawan petridis yang berbeda dan sebelumnya
oleskan atau teteskan alcohol 70%
10. Letakan
serangga pada kertas katon dan lekatkan dengan menggunakan jarum pentul.
11. Dengan menggunakan pinset dan lup lakukan pengamatan pada
jenis serangga dan bandingkan dengan kunci determinasi untuk melakukan
pengelompokan jenis serangga pada tingkatan takson tertentu.
12. Ulangi kegiatan 7, 8, 9, 10 untuk tahapan pengambilan
berikutnya.
13. Catat hasil pengamatan yang saudara/I lakukan dalam table
berikut ini
Tabel Hasil pengamatan
No
|
Jenis hewan
|
Jumlah Hewan yang Ditemukan pada Jebakan
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
||
1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
dst
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
E.
Identifikasi
Spesimen
Memisahkan spesiman yang berbeda, kemudian
mendeskripsikan ciri-ciri marfologinya, mencocokkan dengan literature yang
sesuai, memberi nama yang sesuai dan menentukan klasifikasinya.
F.
Analisis
Data
Data hasil
pengamatan dianalisis, keanekaragaman pada masing-masing plot dihitung dengan
menggunakan indeks keanekaragaman, Shamon Wiener yaitu:
H = -

Keterangan
Pi = ni / N
Hi = indeks keanekaragaman
shanon
n = judul
spesies
N = total
individu pada lokasi pengambilan sampel
Setelah
memperoleh nilai indeks keanekaragaman Shanon dilanjutkan menghitung indeks
kemerataan dengan rumus
c = Hi / ins
Ket : e = Evemes
s = Jumlah spesies (n1 n2 n3) (Ludwing,
1988)
Indeks
kekayaan (Richness indeks), dihitung dengan menggunakan rumus :
R= s-1/in
Ket: s = Jumlah spesies (n1 n2
n3)
N= jumlah individu setiap jenis (hediyg, 1990).
Untuk
melihat pengaruh faktor abiotik terhadap keanekaragaman jenis fauna (serangga),
dilakukakn uji regresi berganda dengan taraf signifikasi 10 %.
G.
Diskusi
1. Jenis
serangga apa saja yang terdapat pada masing-masing sampel
2. Pada
pengamatan tempat mana yang memiliki keanekaragaman serangga tanah yang
tertinggi dan terendah.
3. Jelaskan
apa saja yang mempengaruhi perbedaan keanekaragaman pada setiap pengamatan.
4. Tempat
praktikum (sampel) mana yang memiliki kesamaan komunitas dan apa perbedaannya.
5. Jelaskan fungsi serangga tanah pada kehidupan
manusia
6.
Jenis
serangga apa/famili apa yang dominan pada tempat pengamatan
H.
Tugas
Buatlah laporan sesuai dengan kemampuan saudara, tanpa
mengabaikan cara dan prosedur kerja pada praktikum
DAFTAR RUJUKAN
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Jakarta .
Odum.P.E.1996.
Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Masa
University Press.
Rahmawaty.2005.
Studi Keanekaragaman Mesofauna Tanah Di
Kawasan Hutan Wisata Alam Sibolangit (Desa Sibolangit, Kecamatan
Sibolangit, Kabupaten Daerah Tingkat II Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara)
Suhardjono.
2000. Hewan Permukaan Tanah.
(Onlne), (http://www.hewan_permkn.tanah.htm, diakses pada tanggal 22 Mei 2009)
Suin, N. M. 1997.
Ekologi Fauna Tanah. Jakarta: Bumi Aksara.
Sutedjo, M. M. 1996. Mikrobiologi Tanah. Jakarta: Rineka Cipta.
Tarumingkeng, R. C. 2007. Serangga dan Lingkungan. (Online), (http://pertanian.blogsome.come, diakses 24 Mei 2009).
Wallwork,
J. A. 1970. Ecology of Soil Animals.
London : Mc Graw
Hill.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar